Jelang tanggal akhir tahun nampaknya pergerakan Rupiah masih cukup percaya diri di rentang 14150-14300, mata uang Rupiah pada perdagangan hari kemarin diperdagangkan cenderung sideways. Pelaku pasar masih melakukan pantauan terhadap perkembangan varian terbaru Covid-19 yakni Omicron.
Sementara itu, Bank Indonesia memproyeksikan inflasi Indonesia tahun 2021 di level 1.79%. Sepanjang tahun 2021 sampai dengan tanggal 17 Desember 2021, tercatat jumlah investor pasar modal Indonesia telah meningkat sebanyak 89.58% menjadi sebanyak 7.3 juta Single Investor Identification (SID), dimana 99.5% diantaranya merupakan investor retail.
Update dari Amerika Serikat sejauh ini melaporkan lebih dari 52 juta kasus infeksi Covid-19 menyusul penyebaran Omicron yang terkonfirmasi tidak memicu gejala parah. Sementara itu, Indonesia telah mengkonfirmasi setidaknya 46 kasus aktif Omicron.
Disisi pasar saham kemarin, pasar saham US ditutup mixed dengan Dow Jones menguat 0.26%, S&P500 melemah 0.1% dan Nasdaq melemah 0.56%. Hal ini terjadi karena investor mulai mengamati gangguan-gangguan perjalanan yaitu berupa pembatalan penerbangan yang didorong oleh kekhawatiran akan omicron dan penutupan toko-toko akibat kenaikan kasus omicron di US.
Tentunya berdampak pada mata uang USD, terlihat US Dollar mengalami penguatan pada perdagangan hari selasa kemarin, hal ini ditopang oleh Investor yang mulai banyak membeli dollar sebagai aset Safe-Haven karena kekhawatiran akan penyebaran Covid-19 kembali melemahkan rally yang sudah berlangsung selama beberapa hari terakhir di pasar saham dan didukung juga oleh adanya ekspektasi bahwa Bank Sentral US akan menaikan suku bunga pada awal Maret 2022.
Pun juga US Dollar Index (DXY) sempat naik 0.177% ke level 96.223. Aksi pembelian Safe Haven ini didukung oleh pelemahan S&P500 dan Nasdaq yang membuat investor lebih memilih untuk menaruh asetnya dalam US Dollar selama beberapa hari ke depan, dimana hal ini bervariasi dengan pasar saham asia dan eropa yang dipantau dalam perdagangan kemarin masih mengalami penguatan dan cenderung tidak menganggap isu pembatalan penerbangan dan penutupan toko akibat omicron merupakan hal yang signifikan.
Pada perdagangan komoditas kemarin, Minyak bumi diperdagangkan menguat kembali, dengan minyak mentah Brent ditutup naik 0.4% ke level 78.94 US$ per barrel oil dan minyak mentah WTI ditutup naik 0.5% ke level $75.98 US$ per barrel oil. Meskipun terdapat senitimen negatif lonjakan kasus omicron minyak bumi tetap menguat didukung oleh adanya ekspektasi persedian US Crude Oil Inventories minggu lalu yang akan turun didukung oleh survey awal yang dilakukan oleh Reuters yang menyebutkan bahwa US Crude Oil Inventories kemungkinan sudah turun untuk minggu kelima secara berturut-turut.
Penguatan harga minyak juga didukung oleh gangguan produksi yang terjadi di beberapa negara yaitu Ekuador, Libya dan Nigeria yang disebabkan oleh masalah pemeliharaan dan penutupan oil field yang ada di negara produser tsb. Saat ini investor masih menunggu apakah pertemuan OPEC pada awal Januari nanti, apakah akan memutuskan untuk melanjutkan rencana peningkatan produksi sebanyak 400ribu barrel per hari yang apabila disetujui akan efektif per Februari 2022. Sebagai tambahan, hari ini akan ada rilis data US Pending Home Sales dan US Crude Oil Inventories.
Pagi ini, DXY berada pada level 96.14 sedangkan US Treasury 10YR yield berada pada level 1.484. Berdasarkan berita di atas, diprediksi hari ini sentiment mixed disebabkan oleh masih bervariasinya risk appetite investor di pasar saham, pasar saham asia dan eropa yang masih menguat sementara pasar saham US mulai menunjukkan pelemahan dan aksi beli US Dollar Safe Haven yang menyebabkan DXY mulai bergerak meningkat.
Prediksi kurs Dollar Rupiah akan bergerak dalam rentang 14180-14280
Tidak ada komentar:
Posting Komentar