Pages - Menu

Contact Us

Minggu, 19 Mei 2019

Wow Utang Luar Negeri Indonesia kuartal I 2019 Mencapai Rp 5.542,6 triliun, Ini Penjelasannya..

Indonesia saat ini mengalami peningkatan besaran Utang Luar Negeri, lalu Bagaimana dengan tingkat rasio pembayaran atau pelunasannya, Berdasarkan tarikan data statistik utang luar negeri Indonesia (SULNI) yang dirilis oleh Bank Indonesia, pada kuartal I DSR atau rasio pembayaran utang secara kuartalan tercatat mengalami peningkatan signifikan sejak 2010 yakni 17,49%, kemudian pada 2011 sempat turun menjadi 12,48%, memasuki 2012 naik lagi menjadi 17,28%, pada 2013 menjadi 18,43%. Peningkatan masih terkendali dibawah level 20%.

Namun Pada tahun 2014 rasio pembayaran utang menyentuh level 23,95%, kemudian pada tahun 2015 peningkatan Utang luar negeri Indonesia juga pernah sampai menyentuh pada level tertinggi yakni 35,35%. Sementara itu Kuartal I 2017 DSR tercatat 25,93%, kemudian kuartal I 2018 tercatat 26,29% dan kuartal I 2019 berada di posisi 27,96%.

Lalu jika di lihat dari besaran Rupiah, Utang Luar Negeri Indonesia kuartal I 2019 tercatat US$ 387,6 miliar atau sebesar Rp 5.542,6 triliun (kurs Rp 14.300). Angka peningkatan ini tumbuh 7,9% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Apakah angka tersebut masih berada pada level aman?

Dilansir dari Detik Finance, Peneliti INDEF Bhima Yudhistira Adhinegara menjelaskan yang perlu jadi Perhatian utama dari utang luar negeri Indonesia adalah debt to service ratio (DSR) yang meningkat signifikan pada kuartal I 2019. DSR adalah rasio pembayaran pokok dan bunga utang luar negeri terhadap penerimaan transaksi berjalan. Sedikit tidak selaras dengan besaran penerimaan 

"Rasio pembayaran utang atau DSR ini naik jadi 27,9%. Kenaikan DSR ini mengindikasikan bahwa kinerja utang makin tak produktif dalam mendorong penerimaan valuta asing (valas) khususnya dari ekspor," ujar Bhima 

Secara performa, memburuknya DSR terjadi karena kinerja pemerintah yang terlalu agresif menerbitkan utang di tengah kondisi global dan domestik yang berisiko.

"Terlebih imbas suku bunga mahal, membuat bunga utang surat berharga negara (SBN) secara rata-rata tinggi di 7-8%. Konsekuensinya beban cicilan pokok dan pembayaran bunga utang makin menekan APBN," juga terbukti Utang Luar Negeri tersebut belum mampu menciptakan stimulus untuk perekonomian yang tumbuh. "Pembangunan infrastruktur yang didanai utang beberapa masih di bawah kapasitas penggunaan, ini karena rencana kurang matang dan growth hanya 5%," ucap Bima

Sumber : Bank Indonesia, Detik Finance 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar