Bank of Japan terus menerus berupaya menghentikan laju deflasi di Jepang yang sudah berjalan lama, BoJ melakukan aksi injeksi yang berlangsung sampai sekarang, Ini adalah injeksi dana paling radikal dalam sejarah - dengan jumlah yang sangat mengejutkan, yaitu sebesar $ 3,5 triliun, digelontorkan masuk ke sistem ekonomi Jepang selama lebih dari lima tahun untuk menghentikan laju deflasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi lebih cepat
Tapi sampai sekarang hal itu ternyata masih belum cukup untuk menyelamatkan pabrik suku cadang otomotif Tomoaki Nagai di dekat Osaka, dan itu adalah salah satu dari sekian banyak cerita sedih pabrik di Jepang yang merepresentasikan ekonomi terbesar ketiga di dunia
Dilansir dari Bloomberg, kisah sedih yang lain datang dari Utara Tokyo, Hiroyuki, dan Machiko Hayashi dari Utsunomiya mengkhawatirkan tentang kurangnya keamanan kerja Hiroyuki sebagai fotografer khusus acara pernikahan. Dan di daerah Akita, supir taksi Takeshi Kikawa berjuang untuk memenuhi kebutuhan ketika suku bunga investasi mendekati nol.
baca juga: Bank of Japan pertahankan suku bunga jangka pendek dibawah 0%
Ya beberapa warga negara bisa bernafas sedikit lebih lega. Sejak Gubernur Bank of Japan Kuroda meluncurkan stimulus radikal BOJ, ekonomi telah tumbuh sekitar 1,2 persen per tahun, lebih baik dibanding angka potensinya. Penurunan tajam kurs Japanese yen terhadap dolar, yang sudah melebihi 60 persen dari level terkuatnya, juga telah membantu Toyota, mendorong naiknya laba perusahaan ke level tertinggi pada awal tahun ini, tercatat saham meningkat tertinggi sejak kurun waktu 27 tahun.
Tetapi "pola pikir deflasi" orang Jepang akibat dari ketakutan suramnya masa depan ekonomi mereka yang disebabkan oleh populasi yang terus menua dan menyusut jumlahnya, terlalu sulit untuk diatasi dan dicarikan solusinya. Meskipun fokus pada target utama yaitu meningkatkan angka inflasi, ya meski tetap hanya setengah dari target 2 persen, pekerjaan utama Bank of Japan yaitu pentingnya pertumbuhan populasi dan meningkatnya konsumsi ekonomi kepada warga Jepang masih belum selesai. hampir lebih dari sepertiga dari angkatan kerja sebagian besar terjebak dalam pekerjaan sementara atau tidak tetap dengan gaji rendah
"Saya akan bekerja sampai usia 60 tahun, jadi itu benar-benar memberi saya rasa aman, "katanya." Tapi kami akan punya uang untuk pensiun, jadi saya optimis. "
Apa sih kekhawatiran terbesar mereka?, mari kita telaah perlahan, Pekerjaan Hiroyuki sebagai fotografer khusus acara pernikahan menempatkannya di sisi lain dari pembagian pasar tenaga kerja di Jepang. rasa ketidakamanan tentang karir yang membayangi membuat mereka sulit untuk memutuskan menikah dan memiliki anak, atau merencanakan masa depan
Hiroyuki mengatakan pekerjaannya secara tidak langsung telah memberinya pandangan yang sangat dekat tentang representasi nyata kesenjangan ekonomi yang saat ini berkembang dan terjadi di Jepang, hal itu tercermin dalam foto pernikahan yang dia foto. Beberapa orang menghabiskan banyak uang untuk biaya resepsi, sementara yang lain tidak dapat mengadakan resepsi sama sekali. Hiroyuki mendapat kenaikan gaji tahun lalu, tetapi para pekerja "tidak tetap" masih memiliki jalan panjang untuk mengejar ketinggalan. "Benar-benar ada jarak yang lebar antara kelas atas dan bawah di Jepang," kata Hiroyuki.
Salah satu warga Jepang memiliki pandangan yang optimis saat Kuroda menjabat Bank of Japan, adalah Mami Ichikawa, perencana keuangan di Mitsui Sumitomo Aioi Life Insurance Co di Tokyo. Ichikawa sangat takut jika di masa depan kehilangan pekerjaan karena angka penjualannya yang menurun setelah krisis keuangan global, tetapi dia mulai belajar berinvestasi sehingga dia bisa lebih siap secara finansial.
Penghasilannya yang diperoleh dari komisi telah berlipat ganda selama lima tahun terakhir dan dia menghabiskan lebih sedikit juga, katanya. "Baik dalam hal situasi keuangan dan waktu saya, saya memiliki lebih banyak ruang untuk bernafas sekarang," kata Ichikawa.
Kira-kira 1 dari 5 warga Jepang mengatakan pendapatan mereka naik dari tahun sebelumnya, Ya sedikit apresiasi kepada Bank of Japan karena telah membantu mendorong warga Jepang seperti Ichikawa masuk ke investasi yang lebih agresif, termasuk reksadana dan saham. Ichikawa pun yakin bahwa angka inflasi mulai naik sedikit di Jepang, tetapi suku bunga tabungan akan tetap mendekati nol. Jadi dia mencari imbal hasil yang lebih tinggi. "Saya pikir tabungan saya akan terus kehilangan nilai jika dibiarkan sedia kala," katanya. Pada akhirnya jenis pemikiran warga Jepang yang seperti itu lah yang Kuroda cari, ketika dia mendorong suku bunga ke rekor terendah.
"Jika Anda berusaha, Anda bisa mendapatkan hasil yang bagus," katanya.
Ada cerita lain lagi, Di dekat Osaka, pemilik pabrik Nagai menceritakan kisah yang berbeda: tentang kemerosotan bisnis yang sudah berjalan lama karena kebijakan BOJ atau Abenomics.
Sementara laba eksportir skala besar meningkat karena melemahnya Japnese yen, banyak produsen kecil seperti Nagai yang secara tradisional memasok suku cadang ke eksportir besar mengalami masa-masa sulit
baca juga: Cara ekstrim yang mungkin bisa dilakukan Jepang hentikan deflasi
Nagai, yang datang ke Osaka membuka pabrik bergabung dengan kebangkitan industri pasca perang Jepang setengah abad yang lalu, mengatakan perusahaan-perusahaan besar tak henti-hentinya menekan produsen kecil untuk memberi harga yang murah kepada mereka, memotong penghasilan produsen kecil selama bertahun-tahun. Setiap tahun, semakin banyak produsen kecil dan toko di sekitarnya gulung tikar, katanya. "Saya tidak memperoleh keuntungan apa pun dari kebijakan Abenomics," katanya.
Nagai mengatakan terlalu berisiko untuk berinvestasi dan ekspansi bisnisnya. Dia menghabiskan sebagian besar tabungannya melewati krisis keuangan global. Sekarang dia hanya bertahan. "Dulu saya pikir tidak mungkin saya akan berakhir di panti jompo tetapi sekarang saya cemburu pada mereka yang sanggup untuk masuk," kata Nagai, yang kini berusia 68 tahun. "Saya tidak punya uang itu. Aku harus bekerja selama yang aku bisa. "
‘Era Bekerja Tanpa Pensiun’
Cerita sedih lainnya datang dari daerah Akita, supir taksi Takeshi Kikawa berjuang bersama di antara para lansia: memenuhi kebutuhan ketika tingkat bunga pada investasi mendekati nol. Kikawa tinggal di daerah dengan populasi usia tua sangat banyak, tingkat kelahiran bayi terendah, dan angka kematian tertinggi.
Kikawa bercerita, pada hari Senin dan Selasa, katanya, sekitar empat dari lima penumpang adalah orang lanjut usia yang pergi menuju atau dari rumah sakit. Pada usia 73 tahun, Kikawa masih ingin bekerja selama mungkin, dan hidup di hari tua dengan dibayangi kekhawatiran bahwa pemerintah akan memotong pembayaran pensiun bulanannya. Hal ini tentunya yang diuntungkan ya perusahaan taxi tersebut. Banyak orang di Jepang, termasuk pekerja usia muda memilih hidup hemat karena khawatir akan beratnya bertahan hidup di masa pensiun.
Kebangkitan ekonomi yang cukup kuat (terutama kembalinya tingkat inflasi yang sehat adalah tujuan utama BOJ) dapat membawa beberapa angin segar kepada semua warga Jepang pensiunan. Tetapi tidak ada tanda-tanda kebangkitan ekonomi itu terjadi. Bank of Japan tidak dapat memperbaiki hal yang paling utama yaitu demografi warga Jepang, tanpa dilakukan pemotongan pengeluaran secara ekstrim dan kenaikan pajak yang tajam, perlahan akan membawa kehancuran fiskal Jepang.
Lebih lanjut, Kikawa mendapatkan bantuan dari Bank of Japan berupa Refinancing hipotek rumahnya, bisa membantu sekitar 30.000 Japanese yen sebulan, yang mana jumlah tersebut setara dengan sekitar sepertiga dari gajinya sebagai sopir. "Pemotongan pembayaran perumahan sangat besar - itu sangat besar," kata Kikawa, yang tinggal bersama istri dan putranya. Namun, dia mengatakan dia tidak memiliki tabungan yang bersifat jangka panjang, jadi dia akan tetap bekerja selama mungkin. "Saya tidak punya rencana untuk pensiun," katanya.
Banyak warga Jepang bahkan lebih dari separuh warga Jepang berpikir bahwa suku bunga acuan Jepang sudah terlalu rendah, menurut survey Bank of Japan pada September 2018.
Begitu banyak cerita sedih, mari kita sedikit beralih ke tempat yang mendapat dampak positif dari kebijakan moneter Bank of Japan, di Okinawa, tempat liburan dan wisata pantai pasir putih, warga Jepang Atsuko Kinjo adalah salah satu dari mereka yang mendapat manfaat dari program stimulus Bank of Japan, pelemahan Japanese yen yang signifikan menarik jumlah turis asing datang ke Jepang lebih banyak, karena dirasa biaya wisata ke Jepang lebih murah dengan adanya pelemahan JPY
Kinjo dan penduduk Okinawa lainnya mengatakan bahwa membludaknya wisatawan asing itu hal yang bagus, setidaknya beberapa orang di sana hidup dengan ekonomi secara keseluruhan lebih baik, mereka mengatakan, "Dengan peningkatan jumlah wisatawan, bisnis wisma dan penginapan kami juga telah berjalan dengan baik, jadi hidup kami menjadi lebih kaya dari sebelumnya" katanya.
Dia dan suaminya mengubah lantai dua rumah mereka menjadi penginapan komersil sejak tiga tahun lalu untuk membantu biaya hidup putrinya yang sedang kuliah di Tokyo. Dan sekarang mereka perlahan dapat meningkatkan tabungan pensiun mereka setelah habis-habisan uang pensiun Kinjo dipakai untuk biaya kuliah putrinya. Kinjo, yang pernah bekerja di pangkalan militer lokal AS, dan yang suaminya bekerja di tempat terpisah, mengatakan hidup di masa tua dengan bekal uang pensiunan mereka saja akan terasa sulit saat ini. Saat ini kondisi jalan-jalan di Okinawa menjadi pasar oleh-oleh penuh dengan turis asing dan beberapa supermarket baru didirikan, katanya
Konklusi yang bisa di dapat bagi banyak warga Jepang, pertanyaannya adalah apa yang akan tersisa ketika masa jabatan Kuroda selesai. Angin segar yang saat ini dinikmati Kinjo dan eksportir dan semua orang di Jepang memang bagus untuk BOJ, Namun perang perdagangan AS-China yang berkepanjangan dan pertumbuhan yang melambat di China, misalnya, adalah risiko langsung yang harus dihadapi Jepang, karena Jepang adalah negara yang pertumbuhannya bergantung pada ekspor, sementara itu harga minyak yang jatuh dan ketidakseimbangan pasar keuangan global menjadi ancaman yang harus dipertimbangkan juga
Jika eksperimen kebijakan Bank of Japan berakhir, pembuat kebijakan ekonomi Jepang di masa depan masih harus menghadapi tantangan untuk meningkatkan pertumbuhan dan standar hidup dengan populasi demografi yang masih buruk, hal Itu menimbulkan pertanyaan: bisakah injeksi bantuan Bank of Japan yang dilakukan secara terus menerus dalam bentuk triliunan Japanese yen bisa membantu...
sumber : Bloomberg Asia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar