Bagaimana perkembangan tax Amnesty di Indonesia?? Setelah disahkan beberapa waktu yang lalu, implementasi kebijakan Undang-undang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) belum memberikan hasil yang sesuai dengan harapan. Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) melaporkan bahwa Pemerintah telah menerbitkan 1.442 surat pengampunan pajak sampai dengan 8 Agustus 2016, meningkat 319,2% dibandingkan 344 surat sejenis yang diterbitkan sampai akhir Juli 2016 lalu. Jumlah harta yang dilaporkan para wajib pajak (WP) mencapai IDR9,87 triliun. Sementara per 31 Juli 2016, tercatat jumlah harta yang dilaporkan sebesar IDR3,76 triliun.
Dari nilai tersebut, dana tebusan pengampunan pajak yang masuk ke dalam kas negara hanya sebanyak IDR207,43 miliar. Angka tersebut baru menutupi sekitar 0,13% dari target penambahan penerimaan pajak dari tax amnesty sebesar IDR165 triliun (sampai akhir Maret 2017, atau masa berakhirnya pengampunan pajak). Komposisi harta yang dilaporkan paling banyak berasal dari Deklarasi Dalam Negeri sebesar IDR8,03 triliun atau 81,4% dari total harta yang dilaporkan dan disusul oleh harta deklarasi luar negeri sebesar IDR1,19 triliun dan harta repatriasi dari luar negeri sebesar IDR660 miliar.
Sampai Juli 2016, realisasi penerimaan pajak baru mencapai IDR607 triliun atau turun 2,3% (YoY). Rendahnya realisasi menyebabkan tingginya total shorfall pajak sebesar IDR932,7 triliun dari target APBN 2016 yang sebesar IDR1.539,2 triliun. Kamenkeu menyatakan bahwa kemungkinan shortfall pajak tahun ini mencapai IDR219 triliun. Sehingga diperlukan pemotongan belanja pemerinatah sebesar IDR133 triliun, meliputi pemangkasan belanja Kementerian dan Lembaga (K/L) sebesar IDR65 triliun dan transfer ke daerah sebesar IDR68,8 triliun.
Untuk mendorong penerimaan pajak negara, Pemerintah berencana menerapkan Sistem Pertukaran Informasi Otomatis atau Automatic Exchange System of Information(AEoI) tahun depan. Rencana pemberlakuan AEoI dinilai positif, karena sistem ini dapat membantu Pemerintah untuk memperluas basis data wajib pajak, meminimalisir kejahatan perpajakan, tindak korupsi dan money laundering. Diharapkan AEoI juga mampu melacak rekening wajib pajak di negara lain dan mempermudah otoritas pajak dalam mencegah praktek "transfer pricing" atau praktik penghindaran pajak dengan cara menurunkan nilai penjualan sehingga pembayaran pajak berkurang. Penerapan AEoI hendaknya juga harus disertai perbaikan sistem komputerisasi dan infrastruktur teknologi khususnya di otoritas pajak dan perbankan agar terhindar dari lost connection, system error atau double reporting. Ke depan, implementasi tax amnesty dan AeoI harus dijadikan momentum bagi Pemerintah untuk memperbaiki sistem perpajakan Indonesia khususnya terkait tingkat rate pajak yang diduga menjadi salah satu penyebab eksportir melakukan praktik "transfer pricing" dan menyimpan dananya di luar negeri. (rep)
Source : bank mandiri, bank Indonesia, berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar